Foto: Webstagram
Saya sangat yakin bagi Anda yang tinggal di pedesaan sekitar wilayah Bangka pasti kenal dengan buah yang satu ini. Selain karena rasanya yang sangat khas, pohon dari buah ini juga memiliki banyak manfaat. Hingga pucuk dan buahnya yang masih muda ternyata menjadi obat andalan orang-orang dulu. Entah siapa pertama kali yang menemukan resep unik ini? Wallahua'lam.Akan tetapi, dalam tulisan ini saya tidak membahas secara mendalam tentang khasiatnya. Melainkan saya ingin mengajak Anda untuk 'belajar' memaknai alam. Banyak filosofis kehidupan yang bisa kita ambil dari buah yang biasanya tumbuh di kelekak ini.
Oke, kita mulai dari hal yang paling urgen.
Batang
Bebeda dengan tumbuhan lainnya, pohon yang satu ini memiliki daun rindang serta cabang yang sangat banyak. Uniknya, ranting yang tumbuh biasanya berbentuk huruf 'Y'. Sehingga sangat cocok untuk dibuat keperluan sehari-hari diantaranya buat genggaman ketapel (dalam dialek Bangka dikenal dengan sebutan Cabang Petet).
Setidaknya, dari hal tersebut bisa kita ambil pelajaran bahwa dalam kehidupan, jalan yang kita tempuh tidak semata-mata lurus. Adakalanya hidup yang kita jalani berbelit-belit. Masalah juga datang bercabang-cabang. Mulai dari masalah keluarga, finansial hingga hubungan sosial kemasyarakatan. Kita sebagai manusia penyandang predikat ummatan washaton harus kuat dan gagah dalam menghadapi problematika kehidupan. Ya, harus tegas dan kokoh. Sekokoh batang karadudok. Lebih-lebih bisa memberikan manfaat yang real bagi orang-orang sekitar. Very well
Pucuk
Ketika masih kanak-kanak, saya pernah disuruh mengunyah dan menelan pucuk karadudok tatkala mengidap diare. Tentang rasa jangan ditanya. Lebih pahit daripada obat. Lantas ini adalah resep murni dari ibunda tercinta, dengan yakin aku mencoba. Aneh bin ajaib, selang beberapa waktu, sakit perut pun berangsur hilang. Bukan berarti dikala itu tidak ada diapet. Tetapi kata ibu, itu adalah resep orang-orang zaman dahulu. Perfect medicine.
Begitu pula kehidupan dunia, sangatlah pahit. Lebih pahit daripada racun. Bahkan Nabi juga memberi perumpamaan dunia adalah penjara bagi orang mukmin. Bagaimana hidup seseorang yang sedang di penjara? Makan susah, tidak ada teman dan sanak saudara. Menghirup udara luar pun harus meminta izin ke kepala lapas.
Baca juga:Cara mengaji
Meskipun begitu, lantas tidak semua yang ada di dunia adalah tercela. Banyak juga yang mendapat kesenangan, kenyamanan, dan kenikmatan. Sayangnya, ketika sudah berada di 'zona nyaman', mereka lupa diri. Lupa bahwa semuanya hanya titipan. Saya jadi teringat pesan kiai ketika di pondok. 'Dunia adalah obat'. Ketika kita butuh, maka kita minum secukupnya. Jangan overdosis!
Tentunya masih banyak lagi filosofi yang terkandung di pohon Karadudok. Seperti buahnya yang ranum, memiliki mahkota kecil yang menarik hati siapa saja yang melihatnya. So, jangan lewatkan part ke-2 dari Filosofi Karadudok.